Suatu hari,
"Mbak Raafi, jadi pembicara materi: Tolok Ukur Keberhasilan di LKMM TD minggu depan bisa?"
"Kok saya, bukankah biasanya dari tim dosen?"
"Dosennya g bisa mb, mau ya?"
Sedikit berat, tapi itulah tantangan..
Tawaran ini secara langsung menyebabkan saya bernostalgia terhadap kenangan masa lalu, kurang lebih beberapa bulan silam, ketika saya menjadi sekretaris umum suatu organisasi eksekutif mahasiswa di kampus tercinta. Saya dikenal sebagai sekretaris yang 'amat cerewet' dan 'banyak maunya' ketika mengoreksi proposal2 (atau term of reference - TOR) yang diajukan dari departemen atau BSO yang lain. Terutama pada bagian indikator keberhasilan, saya pasti memberikan banyak coretan atau komentar untuk segera diperbaiki. Sebagian besar dari mereka yang datang untuk konsul berekspresi bingung, mengeluh terlalu ruwet, ribet, dan sebagainya, namun ada juga yang berespon manggut2 dan banyak bertanya.
Saya memang meniatkan dalam hati, saya ingin memberikan ciri khas atau trademark tertentu (apa itu?) ketika mengemban amanah menjadi sekretaris. Setelah menjalani proses pengamatan di tahun2 sebelumnya, saya menyadari bahwa seorang mahasiswa yang organisatoris perlu mengasah kemampuan berpikir obyektif mereka terutama saat merencanakan kegiatan dan melaporkan hasil kegiatan. Maka, instrumen untuk melatih pola pikir ini adalah salah satunya melalui pembuatan indikator keberhasilan program.
Namun, berdasarkan pengamatan saya, bagian ini seringkali diabaikan mahasiswa dalam pembuatan proposal. Indikator keberhasilan hanya dianggap sebagai bagian pelengkap proposal, yang penting ada, entah nanti bisa diukur atau tidak, yang jelas nggak usah dibuat ribet. Hal inilah yang mendasari pemilihan 'trademark' saya ketika mengoreksi proposal yang masuk ke BEM, yaitu 'membedah indikator keberhasilan'.
Saya ingin, agar saya pribadi dan kawan-kawan seperjuangan di organisasi mulai untuk belajar membuat indikator yang benar2 mengandung SMART. Apa itu SMART? Spesific, Measurable, Reasonable, Achievable, and Time. Jadi sebuah indikator keberhasilan haruslah spesifik, tidak bermakna ganda, sehingga kalimat yang digunakan harus jelas, dan juga dapat diukur. Selain itu, dalam menentukan target kita harus memperhatikan apakah target tersebut masuk akal (dalam artian sesuai dengan kondisi) sehingga memungkinkan untuk dicapai dan bisa untuk dipertanggungjawabkan. Waktu juga perlu dicantumkan agar pengukuran indikator tepat dan jelas. Maka, setiap indikator yang telah ditentukan harus mempunyai alat ukur (instrumen) yang sesuai.
Misalnya:
Dalam sebuah acara pelatihan, LKMM TD, salah satu indikator yang bisa dibuat ialah,
Indikator Kinerja | Target | Cara Pengukuran |
Peningkatan pengetahuan peserta LKMM TD |
|
|
Tabel diatas memuat perihal atau variabel yang ingin dinilai, target capaian dengan nominal dan kuantitas yang jelas, serta instrumen pengukurnya.
Dengan demikian, indikator tersebut dapat memudahkan panitia dalam mengevaluasi hasil kinerjanya dalam hal tingkat pemahaman peserta terhadap materi yang disampaikan. Coba bandingkan dengan indikator keberhasilan berikut:
Indikator Kinerja | Target |
Tingkat pengetahuan peserta LKMM TD | Peserta paham terhadap seluruh materi yang telah diberikan |
Bagaimana kita bisa tahu kalau peserta yang mengikuti LKMM TD sudah paham terhadap semua materi pelatihan?????? Bagaimana kita bisa menjawabnya??? So, akhirnya yang muncul jawaban ABS (Asal Bapak Senang), APJ (Asal Program Jalan), atau YPKS (Yang Penting Kelihatan Sukses). Hmm...astaghfirullah...
Intinya, kita harus membuat indikator keberhasilan sejelas dan seobyektif mungkin walaupun ribet. Karena, dengan demikian, kita dapat mengetahui seberapa bagus kinerja kita dalam merealisasikan program yang telah dirancang.
Begitulah kiranya, yang ingin saya tekankan ketika menjabat sebagai sekretaris. Walaupun masih belum sempurna, paling tidak saya telah memberikan langkah awal bagi para mahasiswa ‘demen’ organisasi di fakultas untuk belajar obyektif dalam membuat program dan tidak asal-asalan. Ciri khas inilah yang ingin saya sematkan agar menjadi kenangan tersendiri bagi adik-adik dan saya sendiri (hehe). Saya berharap agar saya pribadi dan juga adik-adik bisa tetap istiqomah untuk selalu belajar obyektif..
Ya Rabb, semoga apa yang telah kulakukan dapat memberikan manfaat bagi sesama.. Amin..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar