Halaman

"Pikiran tak dapat dibatasi, lisan tak dapat dibungkam, anggota badan tak dapat diam. Karena itu jika kamu tidak disibukkan dengan hal-hal besar, maka kamu akan disibukkan dengan hal-hal kecil" (Abdul Wahab Azzam)

Minggu, 03 April 2011

Kejar Jakarta!!! (Part. 2)

Logat Surabaya, memang mudah dikenali...
Pukul 19.00, panitia memberikan informasi pada kami (semua peserta) untuk segera bersiap, berkemas, menuju hotel tujuan. Panitia mengumumkan, akan ada petugas yang mengatur di lantai dasar terkait keberangkatan kami dengan menggunakan taxi. Saya dan mbak Nelly pun bergegas turun (kami berpisah dengan bang Adi). Proposal kami belum sepenuhnya selesai, karena memang revisinya banyak sekali (hehe...) sehingga kami memutuskan untuk begadang di hotel nanti malam. Kami berjalan sambil curhat dan bercerita dengan bahasa kebanggaan kami 'jawa suraboyoan', yang sepertinya medhok dan amat khas...

Tiba-tiba, sambil menunggu pintu lift (elevator) terbuka:
"Mbak2nya ini orang Surabaya ya?" seorang laki-laki menyapa dari belakang, (tampaknya beliau mengenali kami dari logat bicara...)
"Oh iya....." yang disapa menjawab sambil membalikkan badan,
jdeng....ternyata,
yang menyapa itu kakak kelas saya waktu SMA,
"Saya juga orang Surabaya, saya tinggal di Menanggal tapi kuliah di Bogor..." beliau berkata lagi
spontan, karena saya merasa tahu beliau, saya sebut namanya dan asal sekolah SMAnya, lantas...
"Lho, kok tahu? Wah, maaf saya nggak kenal Anda,"
Haha, dalam hati saya tertawa n sambil mbathin : "pantas saja Anda tidak tahu, wong saya bukan orang terkenal, sekarang junior mana yang nggak tahu Ketua OSIS? Saya ingat betul, memori ketika SMA tepatnya PENA 2004 (semacam MOS SMA), beliaulah penanggungjawabnya, dan beliau kakak generasi saya di 4Team"

[Bagi yang bingung, apa sih generasi? Di SMA tempat saya sekolah dahulu, para adik kelas dan kakak kelas memiliki ikatan saudara yang (cukup kuat) dinamakan generasi sesuai dengan kode kelasnya. Misalnya, saya dulu masuk SMA di kelas X-4, maka saudara generasi saya adalah 2-4 dan 3IPA4, atau ketika saya menginjak kelas XI IPA 4, maka adik generasi saya adalah X-4 di angkatan selanjutnya. Mengapa begitu? Karena kami memang tidak akan terpisahkan, akan selalu jadi satu kelas selama tiga tahun, kecuali jika ada beberapa orang yang pindah ke kelas akselerasi atau peminatan di Sosial. Dan nama generasi untuk kelas berkode 4 adalah 4Team]


Akhirnya, kami berkenalan dengan kakak tersebut, walaupun sebenarnya dulu sudah pernah ketika TG (Temu Generasi), yaitu semacam adat bagi adik generasi untuk memperkenalkan diri kepada kakak2 generasinya. Maka dari itulah, mengapa saya menyebut: 'benar2 berkenalan dengan teman lama' di episode sebelumnya. At least, saya tidak menyangka kalau bisa bertemu dengan orang saya 'tahu' di event ini, karena sebelumnya saya clingak-clinguk: "koq kelihatannya nggak ada yang kukenal...."


Seperti orang ndeso beneran...
Saya dan mbak Nelly mendapatkan taxi, kami naik bersama dengan beberapa mahasiswi IPB. Kami menyengajakan diri untuk bersama dengan mereka, selain karena sesama perempuan agar terhindar dari percampuran dengan lawan jenis, juga karena mereka lebih paham medan Jakarta dibandingkan kami, terutama dalam hal tawar menawar argo taxi. Akhirnya, naiklah kami semua (berlima) ke dalam taxi. Kami berjalan meluncur menyusuri jalanan kota Jakarta di malam hari. Saat itu saya benar2 takjub. Saya benar2 tidak menyangka bahwa Jakarta bisa seindah ini ketika malam hari. Kira-kira seperti inilah:


 Subhanallah, buatan makhluk Alloh saja bisa segemerlap ini, apalagi buatan Sang Pencipta? Tentu lebih indah...

Dalam hati, saya berbisik, sebenarnya di Surabaya juga ada gedung tinggi, tapi tidak setinggi dan sebanyak di Jakarta, sehingga saat malam hari Jakarta bisa tampak begitu gemerlap dan indah dengan cahaya lampu yang berkilau menerangi. Ternyata Jakarta bisa seindah ini. selama ini saya menyangka Jakarta pasti selalu tampak runyam dengan segala kepadatan dan kemacetannya (which make me dislike Jakarta the most).  Saya pikir, pemandangan ini hanya sesaat, keesokan paginya pasti biasa-biasa saja.

Namun, sihir lampu2 itu seakan-akan menghipnotis kedua mata saya. Di dalam taxi, saya tak henti-hentinya clingak-clinguk melongok ke jendela untuk melihat barisan gedung gemerlap. So, pada akhirnya terbesit dalam hati: mungkin seperti inilah yang dirasakan orang desa yang pergi ke kota, takjub dengan berbagai fenomena yang tak pernah dilihat di daerah asalnya. Dan kemilau yang ribuan jumlahnya ini belum pernah saya jumpai di Surabaya. So, bisa dibilang, saya seperti ndeso beneran..

Begadang jangan begadang....
Kami sudah sampai di hotel (saya tidak tahu, hotel tersebut bintang berapa, yang jelas bukan bintang tujuh :p), dan sedang mengantri untuk memesan kamar. Seorang panitia berkata: "sudah kalian pesan saja, pokoknya satu kamar untuk dua orang"
Alhamdulillah, akhirnya kami (saya dan Mbak Nelly) mendapatkan kamar, kami bergegas menuju lantai 8 sebagaimana yang tertera di nomor kunci (kartu) yang kami bawa..
Sesampainya di kamar:
"Subhanallah Raafi, ini kamarnya bagus banget.... Nggak nyangka kalau akan dapat fasilitas sebagus ini. Tapi apa ini pake uang rakyat ya? Wah jadi g enak.... "
Dalam hati: hmm...benar juga. Ini adalah pengalaman saya yang pertama kali mengikuti event DIKTI, saya juga kaget, tak menyangka akan mendapatkan fasilitas akomodasi yang sepertinya setara bintang 5 (ternyata customer hotel ini banyak bulenya).. Saya pikir2, anggaran pendidikan Indonesia banyak juga ya, coba bayangkan: ada sekitar 40 proposal lebih sedikit yang diterima DIKTI di event tersebut, rata2 1 proposal ada 2 orang yang dipanggil untuk datang ke Jakarta, belum ditambah dosen atau pendamping lainnya, lalu reviewer DIKTI. Orang sebanyak itu menempati hotel tersebut, mungkin sekitar 40an lebih kamar yang dipesan. Harga sewanya berapa ya kira2???
Apakah setiap event DIKTI, fasilitasnya memang seperti itu? Wallahu'alam, saya juga tidak tahu, yang jelas dibenak kami saat itu, akomodasinya mewah.....


Setelah istirahat sejenak, kami kembali turun ke lantai 1 untuk makan malam. Kami mendapatkan kupon makan di salah satu restoran hotel. Sebelumnya, kami menuju kamar bang Adi terlebih dahulu untuk menjemputnya, kemudian kami turun bersama2 menuju restaurant. Hmm...nyammy, inilah pengalaman mengenyangkan selama saya di Jakarta:


Yang jelas saya nggak makan bunganya...hehe


Ketika itu, saya tidak banyak mencoba makanan, selain ada beberapa makanan yg tidak cocok dengan selera saya,  jg dikarenakan pikiran saya yg tidak tenang akibat proposal yang belum selesai.. Dan keesokan hari proposal harus sudah selesai untuk segera di acc oleh reviewer. Akhirnya setelah cukup kenyang, dan lebih fresh, kami kembali ke kamar masing2 untuk lanjut lembur, kecuali bang Adi. Dia bisa berendam air hangat bermenit2 karena proposalnya yg sudah beres....(reviewer kami berbeda, jadi tuntutannya pun berbeda. Reviewer saya dan mbak Nelly sama, dan beliau meminta kami membuat proposal yang sangat detail terutama di bagian rencana anggaran).


So, jam begadang pun dimulai. Saya dan Mbak Nelly meletakkan laptop di atas kasur, shalat Isya' kemudian ganti baju tidur. Awalnya kami ingin mandi terlebih dahulu, karena terakhir mandi ya pagi tadi sebelum ke bandara. Tapi, karena hawa dingin yang amat sangat akibat temperatur AC yang begitu rendah, kami mengurungkan niat itu. 

periksa isi laci di meja rias, (ternyata ada hair dryer-nya lho....)

Begadang ngerjain proposal ala mbak Nelly

Mbak Nelly mengeluh kedinginan, begitu juga dengan saya. Jari-jari rasanya kaku, sangat aneh ketika digunakan untuk mengetik. Saya beranjak dari kasur, berjalan ke dekat pintu untuk mematikan AC di ruangan. Berharap suhu ruangan menjadi hangat, namun yang kami rasakan hanya peningkatan derajat suhu yang tidak signifikan. Kami tetap saja membeku di dalam kamar sambil sesekali menggosok2an tangan lalu kembali mengetik. Akhirnya saya sadar, di luar kamar kami ada AC sentral, itulah mengapa yang menyebabkan suhu ruangan di kamar kami tetap saja rendah. Brrrr......

Sambil telpon dan check email, satu per satu bahan tugas saya mulai terkumpul. Alhamdulillah, mbak Nelly punya modem, jadi saya tidak perlu membayar fasilitas internet hotel yang mencapai 100ribu rupiah per hari. Saya download berkas kiriman teman saya, dari mbak Ade, Sekjen ILMIKI. Alhamdulillah semakin lega saja, tinggal merapikan susunan proposal dan kembali merinci beberapa anggaran yang kurang detail...

Pukul 00.00 saya sudah tidak kuat, jari yang membeku, mata yang berat, punggung yang nyeri, dan kepala yang cukup pusing, membuat saya mengambil keputusan untuk tidur terlebih dahulu. Hanya tinggal merapikan bagian anggaran dana saja, saya rasa ba'da subuh saya sudah bisa menyentuhnya kembali.
"Mbak, aku tidur dulu ya. Sampean nggak tidur ta? Besok masih ada acara lho, jadi istirahat saja dulu...."
"Nggak fi, kamu tidur dulu aja. Aku masih ngerjain, tak sambi chatting sama temenku."

Selimut tebal kutarik hingga ke leher, kemudian badan saya tekuk seperti udang, sesekali sambil menggosok tangan, kaos kaki pun tak kutanggalkan. Ternyata kamar tidur yang mewah suhunya dingin bagai di kutub, mewah tapi saya tidak begitu menikmatinya. Lambat laun, kesadaran saya mulai menurun. Sesekali saya mendengar suara bising tuts keyboard yang ditekan oleh Mbak Nelly, seiring dengan bayangan-bayangan yang saya pikirkan, apa yang akan saya lakukan esok hari...Rasa kantukku semakin hebat, dan akhirnya Alloh memberikanku nikmat tidur di antara dinginnya malam.. Ya Rabb, mudahkanlah urusanku esok hari... :)

TO BE CONTINUED...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar